Posted by : ismailamin
Sabtu, 30 Mei 2015
Sering dikatakan dimana ada Syiah, disitu ada konflik
sektarian, disitu ada pertumpahan darah. Padahal keberadaan Lebanon, adalah bukti
nyata batilnya pernyataan tersebut.
Ini fakta-fakta Lebanon:
Diperkirakan muslim di Lebanon ada 59 % yang hampir
seimbang antara Sunni dan Syiahnya. 40% Kristiani dengan beragam sektenya, dan
1% Yahudi.
Dengan jumlah yang hampir berimbang, antara Sunni dan
Syiah, di Lebanon tidak pernah terjadi konflik karena perbedaan mazhab. Jadi
dusta, kalau dikatakan Sunni dan Syiah identik dengan perseteruan dan
perselisihan. Mereka memiliki masjid yang jamaahnya campur baur Sunni dan
Syiah, kadang Syiah yang mengimami Sunni, kadang Sunni yang mengimami Syiah. Jum’at
ini ulama Syiah yang menjadi khatib, giliran berikutnya ulama Sunni yang
menjadi khatib.
Jabatan-jabatan tinggi dipemerintahan pun dibagi
merata. Presiden Lebanon dari Kristen Katolik, Perdana Menteri Muslim Sunni,
Wakil Perdana Menteri Kristen Ortodoks, dan ketua Parlemen Muslim Syiah.
Sunni di Lebanon tidak sebagaimana sebagian kecil
Sunni di Indonesia, yang baru dipimpin oleh seorang Kristiani di tingkat
provinsi, sudah merasa mau kiamat, dan menyebutnya tanda kehancuran Islam. Sunni
di Lebanon juga tidak panik dan merasa terancam aqidahnya meski yang menjadi ketua
Parlemen Muslim Syiah. Dr. Jalalluddin Rahmat [Dewan Syura IJABI] yang baru
sekedar menjadi anggota parlemen, segelintir kecil Sunni [baca: takfiri] sudah
meradang luar biasa.
Di Lebanon ada Hizbullah, sekjennya Sayid Hasan
Nashrullah. Sebuah ormas militan Syiah di Lebanon. Mereka bukan sekedar ormas
yang bergerak dibidang keagamaan, pendidikan dan budaya, namun juga memiliki
pasukan tempur yang disegani. Mereka bersenjata layaknya militer. Meski
memiliki popularitas yang lebih tinggi dibanding presiden Lebanon, Sayyid Hasan
Nashrullah tidak pernah mengganggu kedudukan Presiden, tidak pula berniat
menjatuhkannya, padahal sangat bisa bila dia mau. Presiden Lebanonpun yang
Kristiani, dan Perdana Menteri yang muslim Sunni tidak menganggap Hizbullah
sebagai ancaman, meski Hizbullah itu Syiah. Mereka kerap hadir di
pertemuan-pertemuan penting Hizbullah, termasuk mendengarkan pidato Sayyid
Hasan Nashrullah, yang berpidato layaknya seorang presiden.
Dengan fakta-fakta ini, maka tidak benar tuduhan bahwa
kalau Syiah kuat, maka mereka akan merebut kekuasaan. Apa yang mencegah
Hizbullah untuk merebut kekuasaan di Lebanon sementara mereka memiliki kekuatan
dan dukungan besar rakyat? Jangankan sekedar merebut kekuasaan, menghadapi
Israel saja mereka berani dan mau ambil resiko. Apa mau menyebut Hizbullah
bukan Syiah militan?. Kalau Hizbullah, tidak militan, Syiah yang seperti apa
yang bisa disebut Syiah militan. Orang-orang Hizbullah itu membawa senjata
kemana-mana.
Maka tidak benar tuduhan bahwa kalau non muslim yang
menjadi presiden atau pemimpin, maka akan membawa bencana dan kerugian bagi
umat Islam. Toh Muslim Lebanon aman-aman saja dipimpin seorang Kristiani, dan
sang Presiden juga meski non muslim tidak pula mengeluarkan kebijakan yang
merugikan umat Islam. Tidak benar pula bahwa kalau Syiah yang menjadi ketua
Parlemen, akan mengeluarkan UU dan aturan yang akan merugikan kelompok Sunni.
Lebanon menjadi saksi, bahwa tidak benar perbedaan
agama dan mazhab adalah malapetaka bagi suatu bangsa.
Lebanon telah menjadi bukti dan saksi bagi sejarah.
Persatuan adalah kekuatan, dan perbedaan adalah kekayaan.
Related Posts :
- Back to Home »
- Timur Tengah , Wahdah Islamiyah »
- Belajar Mengelola Perbedaan dari Lebanon