Posted by : ismailamin Minggu, 28 Februari 2016




Dilegalkannya secara resmi bolehnya pernikahan sejenis oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat yang disambut positif Presiden AS Barack Obama pada pertengahan tahun 2015 sampai saat ini belum juga usai menuai kontroversi. AS adalah negara ke-21 yang yang mengesahkan pernikahan sesama jenis, dan tidak sedikit aktivits pro LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Trangender) di Indonesia dengan membawa-bawa HAM dan demokrasi menuntut penerapan dan aturan yang sama turut diberlakukan di Indonesia.

Meski belum secara tegas hukum positif di Indonesia mengkriminalisasi aktivitas homoseksual, namun sebagai negara mayoritas berpenduduk muslim tuntutan dilegalkannya pernikahan sejenis mendapat penentangan keras. Tuntutan tersebut dinilai bertentangan dengan nilai-nilai dan norma kesusilaan yang diatur dalam agama Islam. Negara-negara yang mayoritas berpenduduk muslim lainnya, telah memiliki aturan tegas mengenai larangan tersebarnya aktivitas LGBT bahkan mendapat ancaman hukuman dan sanksi yang berat bagi pelaku maupun yang mengkampanyekan legalitasnya, tidak terkecuali di Republik Islam Iran.

Iran yang mengambil inspirasi dari pesan-pesan Islam dalam penerapan hukum positif yang diberlakukan di negara tersebut, secara tegas dan gamblang menyebutkan pelarangan dan ilegalnya aktivitas seksual sesama jenis (Lesbian, Gay dan Biseksual) sementara masalah transseksual, Iran memiliki aturan khusus. Untuk aktivitas hubungan sesama jenis, masyarakat Iran menyebutnya, amalan yang sangat dibenci (عمل شنیع).

Pada pasal 234 Qanun (Undang-undang) Iran (revisi 2014) berkenaan dengan masalah gay menyebutkan, pelaku sodomi (liwath) yang disertai kekerasan dan pemaksaan dan terikat dengan pernikahan akan dikenai hukuman mati, diluar itu akan dikenai hukuman seratus kali cambukan. Sementara bagi pasangan liwath, ada tidaknya ikatan pernikahan dan tidak ada unsur pemaksaan akan dikenai hukuman mati. Sementara jika melakukan aktivitas-aktivitas sensual tanpa disertai penetrasi pada lubang dubur maka keduanya akan dikenai hukuman seratus kali cambukan dan jika mengulangnya sampai 3 kali, maka untuk yang keempat kalinya akan dikenai hukuman mati.

Pada pasal 237 menyebutkan pasangan gay tanpa disertai aktivitas seksual maupun yang bersifat sensual, akan dikenai sanksi 31 sampai 74 kali cambukan. Sementara pada kasus lesbian, UU Iran pasal 239 menyebutkan pasangan lesbian akan dikenai hukuman 100 kali cambukan, dan untuk yang keempat kalinya, akan dikenai hukuman mati.

Untuk pelaku biseksual, hanya dibolehkan menikah dengan lawan jenisnya, dan jika melakukan aktivitas seksual sesama jenis maka hukuman yang didapat sebagaimana UU yang telah ditetapkan untuk hubungan sesama jenis.



Pemberlakuan hukuman mati untuk hubungan seksual sesama jenis di Iran, telah sering mendapat sorotan tajam dari negara-negara yang melegalkannya khususnya dari komunitas pro LGBT diseluruh dunia. Mereka menuntut agar pelaku gay dan lesbian juga mendapatkan hak yang sama untuk menyalurkan kecenderungannya. Meski mendapat stigma negatif sebagai negara pelanggar HAM, Iran tetap tidak bergeming. Herannya, bukannya mendukung, sekelompok orang yang mengklaim diri sebagai aktivis Islam yang paling nyunnah dan paling anti homoseksual, malah menyebar hoax, di Iran aktivitas homoseksual dilegalkan. Ahmadi Nejad, diantara Presiden Iran yang kerap mendapat hujatan dan hujan protes, karena tegasnya dia dalam memberlakukan hukuman mati terhadap gay dan lesbian.



Pandangan Hukum Positif Iran Mengenai Transseksual

Transseksual adalah orang yang menginditifikasinya dirinya sebagai pemilik jenis kelamin tertentu yang jenis kelamin itu berbeda dengan yang ditentukan atas dirinya pada saat lahir, dan dia memiliki keinginan untuk hidup dan diterima sebagaimana identifikasinya dirinya. Misalnya seseorang yang divonis berjenis kelamin laki-laki pada saat lahir, namun pada perkembangan selanjutnya, sifat dan karakternya lebih didominasi sifat-sifat feminim yang cenderung hanya dimiliki perempuan. Menurut hukum positif Iran (yang disertai fatwa Imam Khomeini), orang transseksual dapat melakukan transisi gender. Pasca melakukan transisi gender, seseorang tidak lagi mengidentifikasi dirinya sebagai transseksual melainkan telah memilih salah satunya, sebagai laki-laki atau sebagai perempuan. Karena itu di Iran, tidak dikenal istilah waria (wanita-pria).

Untuk melakukan proses transisi gender (pergantian jenis kelamin) diterapkan aturan yang sangat ketat dan melalui beberapa tahap.

Orang transseksual dibagi atas dua kelompok:

Pertama, kelompok yang secara fisik memiliki dua jenis kelamin. Pada kelompok ini, maka penentuan jenis kelamin menurut hukum Iran harus dilakukan, setelah sebelumnya dipastikan oleh medis, jenis kelamin yang lebih mendominasi.

Kedua, kelompok  yang mengidentifikasi dirinya sebagai pemilik jenis kelamin tertentu yang tidak sesuai dengan jenis kelamin yang dimilikinya secara fisik. Secara fisik laki-laki namun mengidentifikasi diri sebagai perempuan begitupun sebaliknya.

Pra revolusi, Iran tidak memiliki hukum dan aturan khusus mengenai transisi gender. Aturan mengenai transisi gender baru diberlakukan pada tahun 1982, 3 tahun pasca berdirinya Republik Islam Iran setelah mendapat persetujuan dari para Fukaha Syiah.

Diantara tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk melakukan operasi pergantian jenis kelamin:

Pertama, dipastikan bahwa adanya kecenderungan transseksual pada diri seseorang dengan mendapat minimal pengakuan dari dua psikiater/psikolog.

Kedua, mengajukan permohonan berganti jenis kelamin kepengadilan.

Ketiga, memeriksakan diri ke lab kesehatan dan mendapat rekomendasi dari dokter dan pihak kementerian kesehatan untuk dilakukan operasi bedah pergantian jenis kelamin.

Keempat, setelah melakukan tahapan operasi secara sempurna, maka kementerian hukum dan peradilan akan mengeluarkan keterangan mengenai identitas baru (termasuk perubahan nama) si pemohon.

Menurut fukaha Syiah, untuk melakukan operasi pergantian jenis kelamin, setidaknya harus dipenuhi dua syarat berikut:

Pertama, sudah dipastikan seseorang mengidap transseksual tanpa sedikitpun keraguan. Namun jika masih diragukan, maka tidak dibolehkan mengganti jenis kelamin.

Kedua, operasi pergantian jenis kelamin harus dilakukan secara sempurna. Jika perempuan berganti jenis kelamin, maka secara utuh dia telah berubah menjadi laki-laki, begitupun laki-laki yang telah melakukan operasi penentuan ulang jenis kelamin, maka setelahnya ia harus utuh sebagai perempuan.

Menurut ketentuan Iran, negara harus menanggung minimal separuh dari keseluruhan biaya operasi pergantian jenis kelamin, dan bagi yang tidak berkemampuan, bisa mengajukan permohonan untuk biaya operasi ditanggung sepenuhnya oleh negara.

Dengan ketentuan tegas ini, rakyat Iran tidak perlu berlarut-larut dalam masalah perlu tidaknya didirikan pesantren waria, hukum waria menjadi imam shalat jama’ah dan hal-hal lainnya yang sering menjadi kontroversial di Indonesia dengan keberadaan komunitas waria, sebab di Iran hanya ada dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan.

Ismail Amin
WNI sementara menetap di Iran

Sumber:

*Mahvesh Fathi, MH, Hamjensgeray dar Huquq_e Iran, Merkhane, 2014

*Mahdi Baqir Zadeh, Tagyir_e Jinsiyat az Didgah_e Huquq_e Iran, blogway.com.

*Al-Muhaqqiq al-Hilli, Syara’I al-Islam di Masail al-Halāl wa al-Harām, jld. 4.

*http://www.rozanehonline.com
*http://www.asriran.com/






Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Tentang Saya

Foto saya
Lahir di Makassar, 6 Maret 1983. Sekolah dari tingkat dasar sampai SMA di Bulukumba, 150 km dari Makassar. Tahun 2001 masuk Universitas Negeri Makassar jurusan Matematika. Sempat juga kuliah di Ma’had Al Birr Unismuh tahun 2005. Dan tahun 2007 meninggalkan tanah air untuk menimba ilmu agama di kota Qom, Republik Islam Iran. Sampai sekarang masih menetap sementara di Qom bersama istri dan dua orang anak, Hawra Miftahul Jannah dan Muhammad Husain Fadhlullah.

Promosi Karya

Promosi Karya
Dalam Dekapan Ridha Allah Makassar : Penerbit Intizar, cet I Mei 2015 324 (xxiv + 298) hlm; 12.5 x 19 cm Harga: Rp. 45.000, - "Ismail Amin itu anak muda yang sangat haus ilmu. Dia telah melakukan safar intelektual bahkan geografis untuk memuaskan dahaganya. Maka tak heran jika tulisan-tulisannya tidak biasa. Hati-hati, ia membongkar cara berpikir kita yang biasa. Tapi jangan khawatir, ia akan menawarkan cara berpikir yang sistematis. Dengan begitu, ia memudahkan kita membuat analisa dan kesimpulan. Coba buktikan saja sendiri." [Mustamin al-Mandary, Penikmat Buku. menerjemahkan Buku terjemahan Awsaf al-Asyraf karya Nasiruddin ath-Thusi, “Menyucikan Hati Menyempurnakan Jiwa” diterbitkan Pustaka Zahra tahun 2003]. Jika berminat bisa menghubungi via SMS/Line/WA: 085299633567 [Nandar]

Popular Post

Blogger templates

Pengikut

Pengunjung

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Ismail Amin -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -