Posted by : ismailamin
Selasa, 27 Oktober 2015
Pertama, menyampaikan nasehat, sebagaimana para Anbiyah As juga diutus
untuk menyampaikan nasehat dan peringatan…
“Aku menyampaikan amanat-amanat
Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu."
[Qs. Al A'raaf: 68]
Kedua, menyadari diri, bahwa kewajiban seorang mukmin hanya
menyampaikan nasehat dan peringatan… tidak memaksakan kehendak, apalagi sampai
bertindak kasar… baik secara verbal [hate speech/melontarkan kalimat2 ejekan,
hinaan dan hujatan] maupun tindakan…
Sesungguhnya kamu hanya memberi
peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut
kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihatnya. Maka berilah
mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia. [Qs. Yaasiin: 11]
“Dan supaya aku membacakan Al
Quran (kepada manusia). Maka barangsiapa yang mendapat petunjuk maka
sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya, dan
barangsiapa yang sesat maka katakanlah: "Sesungguhnya aku (ini) tidak lain
hanyalah salah seorang pemberi peringatan." [Qs. An-Naml: 92]
Ketiga, tetap bersikap adil... sebesar apapun kebencian kepada
kesesatan seseorang atau kelompok lain, seorang Mukmin harus tetap mampu
bersikap adil. Bahwa jika menyampaikan kesesatan seseorang dihadapan publik
agar orang2 awam terhindar dari kesesatan tersebut harus disampaikan dengan
hujjah dan bukti2 yang kuat yang bisa dipertanggungjawabkan. Bukan diambil dari
khayalan, dongeng2, berita2 hoax dan informasi2 yang tidak jelas sumbernya,
hanya agar orang lain menjauh dari kesesatan. Kebencian tidak bisa menjadi
alasan bagi seorang Mukmin untuk tidak mempersembahkan keadilan. Kebencian
tidak lantas menjadi pembenaran bagi seorang Mukmin untuk tidak melakukan
tabayyun dan tidak mengklarifikasi terlebih dahulu setiap informasi yang
didapat.
“Hai orang-orang yang beriman
hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Qs.
Al-Maidah: 8]
Nah, setelah seorang Mukmin
memberi peringatan. Maka ada dua kemungkinan:
Pertama, yang bersangkutan menerima nasehat dan dakwah tersebut, dengan
menetapi jalan kebenaran. Untuk yang ini, kita ucapkan alhamdulillah, dan
melanjutkan bimbingan...
Kedua, yang didakwahi menolak nasehat tersebut, dan tetap pada
pendiriannya.
Bentuk penolakan ada dua:
Pertama, sekedar menolak dan tidak mau saja, tanpa memerangi.
Sikap Mukmin pada kelompok
pertama, adalah memberikan keleluasan untuk mereka mengamalkan keyakinan
sesatnya. Selama itu tidak menzalimi orang lain. Tidak ada hak bagi seorang
Mukmin untuk mengurusi dan mengintervensi pilihan keyakinan orang lain, hatta
keyakinan itu adalah menolak keberadaan Tuhan. Sebab seorang Mukmin tidak akan
dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan oleh orang-orang yang
sesat. Yang dimintai pertanggungjawaban dari orang2 Mukmin, adalah bagaimana
caranya menyampaikan peringatan pada mereka yang sesat. Apakah dalam berdakwah
tetap sesuai dengan akhlak Islami, yaitu menyampaikan dengan hikmah, dan
berdialog dengan cara yang terbaik, atau menyampaikannya dengan cara yang
serampangan, kasar dan tanpa etika sama sekali. Tidak ada paksaan dalam agama,
adalah aturan Islam yang sangat tegas dalam hal ini...
Katakanlah: "Hai manusia,
sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran (Al Quran) dari Tuhanmu, sebab itu
barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk
kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya
kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga
terhadap dirimu." [Qs. Yunus: 108]
Ini nasehat Al-Qur’an, bahwa
keyakinan sesesat apapun, tidak akan memberi mudharat dan kecelakaan pada
orang2 yang telah mendapat petunjuk:
“Hai orang-orang yang beriman,
jagalah dirimu; TIDAKLAH orang yang sesat itu akan memberi MUDHARAT kepadamu
apabila kamu TELAH MENDAPAT PETUNJUK. Hanya kepada Allah kamu kembali
semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [Qs.
Al-Maidah: 105]
Jika ada orang2 Mukmin yang
mempropagandakan bahayanya suatu aliran sesat tertentu, sembari menakut-nakuti
masyarakat bahwa aliran sesat itu sangat mengkhawatirkan, sehingga perlu
diadakan aksi-aksi unjuk rasa, mengadakan seminar2 mengenai bahaya suatu aliran
tertentu tanpa hujjah yang jelas [hanya berdasar berita2 hoax, kabar2 bohong,
fitnah2 yang tidak berdasar dan dilakukan secara in absentia], dan membentuk
organisasi anti aliran ini, aliansi anti kelompok itu… maka sesungguhnya, itu
karena mereka tidak mendapat petunjuk saja… bisa jadi merekalah orang2 sesat
yang sesungguhnya…
Kedua, menolak sembari memerangi dakwah Islam.
Sikap Mukmin pada kelompok yang
kedua, adalah membalas memerangi. Syaratnya jika mereka memerangi terlebih
dahulu, dan menghalang-halangi umat Islam untuk mengamalkan keyakinannya.
“Karena itu jika mereka tidak
membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta (tidak)
menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah
mereka dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepadamu alasan yang nyata
(untuk menawan dan membunuh) mereka.” [Qs. An Nisaa': 91]
PATUT DIPERHATIKAN..
Bukanlah akhlak seorang Mukmin,
jika berhadapan dengan orang2 sesat untuk kelompok yang pertama [sekedar
menolak saja tanpa memerangi] untuk mengolok2, menghujat dan bermaksud untuk
melecehkan… sebab mengata-ngatai orang lain sesat adalah akhlak orang-orang
pendosa.
“Dan apabila mereka melihat
orang-orang mukmin, mereka mengatakan: "Sesungguhnya mereka itu
benar-benar orang-orang yang sesat", [Qs. Al Muthaffifin: 32]
Yang patut diperhatikan
selanjutnya, adalah selalulah berada dalam kondisi untuk senantiasa mencurigai
diri sendiri… jangan sampai merasa diri berada pada golongan orang yang
beriman, padahal ternyata termasuk diantara orang-orang yang sesat. Sebab
Syaitan itu senantiasa memperindah suatu perbuatan buruk, seolah2 yang
dilakukan adalah perbuatan yang benar. Jangan mudah menganggap orang lain
sesat, hanya karena berbeda dalam memahami. Sebab berbeda belum tentu sesat.
Seorang Mukmin akan menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah yang Maha
Mengetahui, untuk urusan yang tidak dia kuasai sepenuhnya…
Oleh karena itu, dalam hal ini sangat
diperlukan ilmu, dan wawasan yang luas, sebelum ikut2an memberi vonis pada
orang lain bahwa mereka sesat dst… harus ada informasi yang berimbang yang
didapatkan… tidak cukup hanya mendapatkan informasi dari satu pihak, namun
telah memvonis pihak lain sesat dan bukan Islam….
Hanya Allah Swt yang paling
mengetahui siapa yang mendapat petunjuk, siapa yang sesat… jangan sampai kita
termasuk orang-orang yang tertipu…merasa diri benar, sementara dalam penilaian
Allah Swt, justru termasuk orang-orang yang sesat…
“Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah
Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dia-lah Yang Paling
Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” [Qs. Al-Qalam: 7]
Untuk itulah, Allah Swt memerintahkan
orang2 Mukmin untuk membaca ini dalam shalatnya:
“Tunjukilah kami jalan yang
lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka;
bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
[Qs. Al-Fatihah: 6-7]
Bayangkan, kita diminta untuk
membacanya setidaknya 17 kali dalam sehari semalam di dalam 5 waktu shalat2
kita.. artinya, betapa pentingnya senantiasa mencurigai diri, bahwa belum tentu
kita sudah termasuk yang mendapat petunjuk, sehingga harus selalu memintanya
setiap shalat...
Allahu al-Musta’an…. semoga kita
senantiasa termasuk dari orang-orang yang mendapatkan petunjuk dan dijauhkan
dari kesesatan…
Qom, 27 Oktober 2015
[Ismail Amin]
Related Posts :
- Back to Home »
- Akhlak , Al-Qur'an , Islam »
- Kaidah Al-Qur’an ketika Seorang Mukmin Berhadapan dengan Orang Sesat