Posted by : ismailamin
Selasa, 01 Maret 2016
Diawal tahun 2011 the Arab spring juga melanda Suriah. Aksi
demonstrasi menuntut perubahan terjadi disejumlah kota besar di Suriah. Memang
tidak bisa dipungkiri ada kejenuhan rakyat Suriah atas rezim Assad yang telah
berlangsung sejak tahun 1971 dibawah Hafez
al Assad yang kemudian digantikan oleh puteranya, Bashar al Assad sejak tahun
2000. Meskipun rezim Assad terbilang otoriter dikarenakan adanya ancaman dari
luar (utamanya Israel) dan ketidakstabilan internal namun kebijakan-kebijakan
Assad cenderung populis. Kebijakan populis itu terlihat dengan diterapkannya
pelayanan kesehatan gratis dan pendidikan gratis hingga universitas. Selama 40
tahun klan Assad berkuasa (Hafez dan Bashar), pembangunan sosial dan ekonomi
Suriah terbilang memuaskan, bahkan Suriah menanggung ratusan ribu pengungsi
dari Palestina dan Irak dan terkenal dikawasan Timur Tengah sebagai negara
terbaik dalam memberikan pelayanan sosial dan ekonomi kepada pengungsi.
Dibawah pemerintahan klan Assad, rakyat Suriah bisa dikatakan hidup
makmur dan sejahtera, dengan hutang luar negeri nyaris nol. Namun semua itu
berubah drastis pasca terjadi konflik internal yang melibatkan kekuatan asing.
Suriah menjadi porak-poranda, dan sejumlah wilayahnya berada dibawah kendali
kelompok-kelompok pemberontak. Rakyat Suriah yang sebelumnya sejahtera mendadak
menjadi pengungsi yang mencari suaka dinegara-negara tetangga sampai ke Eropa.
Tidak ada satupun rezim di dunia ini yang tidak mempunyai oposisi, seberapapun
ngototnya rezim itu berupaya mensejahterahkan seluruh lapisan rakyatnya. Tidak
terkecuali rezim Assad. Selain ancaman eksternal, rezim Assad juga dihantui
ancaman internal yang setiap saat bisa meronrong dan menggulingkan
kekuasaannya. Jadi, hal yang wajar, jika terjadi aksi demonstrasi dan unjuk rasa
yang dimobilisasi oleh gerakan-gerakan rakyat untuk menuntut perubahan ataupun
penggantian rezim, namun kemudian menjadi tidak wajar jika aksi demonstrasi itu
melibatkan kekuatan-kekuatan yang didukung dan disponsori
kepentingan-kepentingan asing. Sebut misalnya, di Washington, London, Berlin,
Paris, Ankara, Kairo, al-Manamah, Shanaa, Tehran, Jakarta dan kota-kota yang
menjadi ibukota negara, adalah wajar jika rakyat menggelar aksi demonstrasi,
sampai tidak jarang terjadi bentrokan antara aparat keamanan dan demonstran
yang menelan korban jiwa dan luka-luka. Namun demonstrasi di Damaskus dan sejumlah
kota di Suriah menjadi tidak biasa, terlebih lagi, para demonstran tidak
sekedar menggelar aksi damai melainkan angkat senjata, meledakkan bom-bom
berkekuatan tinggi dan mendapatkan suplay senjata dari luar negeri.
Pertarungan antara rezim Assad dan pihak oposisi yang berkekuatan
senjata membuat konflik semakin
berlarut-larut. Kelompok oposisi yang didukung AS, Israel, negara-negara Barat,
Turki, Arab Saudi dan Qatar berhadapan dengan rezim Assad yang didukung China,
Rusia dan Iran. Melalui jaringan media yang dimiliki AS, dibentuklah opini
publik bahwa rezim Assad adalah rezim otoriter yang menindas rakyat tidak
ubahnya rezim-rezim Arab lainnya yang sebelumnya telah terguling, seperti Husni
Mubarak, Ben Ali dan Moammar Qhadafi. Sementara Arab Saudi, melalui posisinya
yang kuat dalam dunia Islam menghasut dengan menggunakan isu sektarian Sunni vs
Syiah, Assad yang Alawi menghabisi rakyat Suriah yang mayoritas Sunni.
Melalui
yayasan-yayasan dan lembaga-lembaga keagamaan yang didanai Saudi diseluruh
dunia, umat Islam dihasut untuk mendukung kejatuhan Bashar Assad dan memberikan
simpatiknya pada kelompok oposisi dan pemberontak. Fatwa dari ulama-ulama
pilihan istana berhamburan, mulai dari ajakan jihad ke Suriah untuk
menggulingkan Bashar Assad sampai tingkat ekstrim yang memfatwakan, halalnya
darah Bashar Assad untuk ditumpahkan. Fatwa tersebut direspon cepat, dengan
masuknya kelompok-kelompok militan bersenjata dari berbagai negara ke Suriah
dengan mengklaim diri sebagai mujahidin. Media-media sosial bekerja cepat
menyulut permusuhan dan kebencian pada Assad, mulai dari klaim bahwa Bashar
Assad mengaku Tuhan dan memaksa rakyat Suriah menyembahnya sampai pada kelaparan
dan kesulitan hidup yang melanda rakyat Suriah yang ditindas rezim sembari
mengumpulkan dana dari umat Islam dengan kedok bantuan kemanusiaan. Sementara
kesulitan hidup rakyat Suriah, justru berawal dari masuknya campur tangan
militan asing yang ngotot berambisi merebut kekuasaan Assad.
Betapapun bencinya rakyat Suriah terhadap Assad, mereka tetap tidak
ingin negara mereka dijajah dan berada dalam cengkraman kekuatan asing,
karenanya rakyat Suriah justru berbalik dan kemudian secara besar-besaran
menggelar dukungan terhadap Assad dalam menghadapi oposisi yang disupport pihak
asing. Buktinya, melalui referendum dan pemilu, Assad tetap mendapat kepercayaan
menjadi penguasa di Suriah. Buktinya, Assad tetap tak bergeming dari
kedudukannya sebagai presiden meski telah dihantam kanan kiri, berkat dukungan
penuh dari rakyatnya.
Karena itu, menyederhanakan persoalan bahwa koflik Suriah adalah
konflik Sunni vs Syiah, sangat tidak beralasan. Ada banyak pertanyaan yang
harus terjawab, jika tetap berdalih isu sektarian telah menjadi pemicu lahirnya
tragedi kemanusiaan di Suriah. Berikut 22 pertanyaan yang harus dijawab oleh
pihak yang tetap ngotot mendukung pemberontakan di Suriah dengan dalih Sunni vs
Syiah.
Pertama, Kalau Assad membunuhi rakyatnya yang Sunni (yang justru
mayoritas di Suriah), apa alasannya baru melakukannya sekarang, mengapa tidak
dari dulu (klan Assad berkuasa sejak tahun 1971)?
Kedua, Kalau Assad dikatakan menindas rakyatnya yang Sunni, mengapa
pengungsian rakyat Suriah kenegeri-negeri tetangganya justru baru terjadi
setelah kelompok-kelompok militan yang berambisi menjatuhkan Assad itu masuk
Suriah? Sebelum tahun 2011, tidak ada sorotan sedikitpun atas Suriah, terutama
mengenai pelanggaran HAM dan ketidak adilan terhadap penganut mazhab tertentu.
Tidak pula ada secuilpun informasi menyebutkan, Assad menelantarkan,
memiskinkan dan merampas hak-hak rakyatnya yang Sunni. Apa karena Suriah negara tertutup dan
membungkam pers atau memang klaim-klaim itu tidak ada?
Ketiga, Kalau dikatakan Assad membenci dan memusuhi Sunni, mengapa
Mufti Agung Suriah justru ulama Sunni? Almarhum Syaikh Ramadhan al Bouthi
(menjabat Mufti Agung Suriah semasa hidupnya) justru gugur oleh aksi bom bunuh
diri kubu pemberontak, bukan oleh tangan rezim.
Keempat, Kalau dikatakan Assad anti Sunni, apa manfaatnya menerima
pengungsi dari Palestina yang kesemuanya Sunni dan memberikan pelayanan yang
terhitung memuaskan bagi pengungsi? Assad bisa saja menutup perbatasannya
sebagaimana yang dilakukan Mesir era Husni Mubarak sehingga pengungsi Palestina
tidak bisa masuk Suriah. Mengapa itu tidak dilakukannya, sebagai bukti bencinya
dia pada komunitas Sunni?
Kelima, Kalau Assad anti Sunni, mengapa Assad mendukung perjuangan
kemerdekaan Palestina bahkan memberi fasilitas kantor untuk HAMAS di Damaskus?
Suriahpun memegang peranan penting dalam perang Arab melawan Israel
berkali-kali.
Keenam, Jika Assad anti Sunni, mengapa komposisi pemimpin militer
Suriah, 43% Sunni dan 37% Alawi, sementara komposisi menteri 58% Sunni dan 20%
Alawi, bahkan Fahd Jassem al-Freij, Menteri
Pertahanan Suriah justru orang Sunni?
Ketujuh, Kalau Assad mengaku Tuhan dan meminta
disembah, mengapa dilayar TV disiarkan disetiap acara penting keagamaan (shalat
Jum’at, shalat Id) Assad masih shalat bahkan diimami oleh imam jamaah dari
ulama Sunni?
Kedelapan, Kalau Assad tidak mendapat dukungan rakyat, mengapa
Assad masih bisa bertahan sampai saat ini sebagai penguasa tertinggi di Suriah?
Kesembilan, Kalau Assad hendak digulingkan dengan alasan demokrasi,
mengapa negara-negara yang mendukung penggulingan itu seperti Arab Saudi dan
Qatar justru negara depostik yang anti demokrasi?
Kesepuluh, Kalau Assad itu anti Sunni dan musuh besar umat Islam,
mengapa AS dan Israel justru mendukung kejatuhannya, apa AS dan Israel itu
pembela umat Islam?
Kesebelas, Kalau fatwa dan seruan untuk berjihad begitu mudahnya
keluar dari lisan para mufti Saudi dan Qatar untuk berjihad menjatuhkan Bashar
Assad, mengapa fatwa serupa tidak diberlakukan untuk berjihad melawan rezim
Zionis?
Keduabelas, Kalau masuknya pasukan militan bersenjata dari berbagai
negara ke Suriah untuk membela rakyat Suriah yang dizalimi rezim Assad mengapa
hal yang sama tidak pernah dilakukan untuk membela rakyat Palestina yang
menjadi bulan-bulanan rezim Zionis, apakah karena rakyat Suriah yang terzalimi
itu Sunni, sementara rakyat Palestina bukan Sunni?
Ketigabelas, Kalau Turki, Arab Saudi dan Qatar punya dana besar
untuk mendanai dan mensuplai senjata untuk kelompok oposisi dan pemberontak di
Suriah, mengapa hal yang sama tidak dilakukan untuk mendanai dan mensuplay
senjata kelompok-kelompok yang memperjuangkan kemerdekaan Palestina?
Keempatbelas, Kalau Turki, Qatar dan Arab Saudi protes atas ikut
campurnya Rusia untuk menghabisi ISIS di Suriah, mengapa ketika yang ikut
campur itu Amerika Serikat, ketiga negara Arab itu justru mensupport?
Kelimabelas, Kalau dikatakan aksi-aksi teror yang dilakukan ISIS,
Jabhah an Nushra, al Qaedah dan kelompok militan lainnya bertujuan membela
rakyat Suriah yang Sunni, mengapa aksi serupa tidak dilakukan untuk membela
rakyat Palestina yang Sunni? Mengapa tidak ada aksi bom bunuh diri yang
dilakukan anasir ISIS dll di Tel Aviv sebagaimana yang mereka lakukan
berkali-kali di Damaskus, Homs dll?
Keenambelas, Kalau dikatakan Bashar Assad harus dijatuhkan karena
rakyat Suriah menuntut itu yang karena itu Saudi mensupport gerakan bersenjata
untuk menggulingkan Assad, lantas mengapa di Yaman, Saudi malah bertindak
sebaliknya dengan membela Mansour al Hadi yang yang terguling oleh kekuataan
tuntutan rakyat? Konyolnya, Saudi malah menginvasi Yaman dengan ambisi
mengembalikan al Hadi pada posisinya sebagai presiden Yaman. Bukankah ini
standar ganda yang hipokrit?
Ketujuhbelas, Kalau Saudi punya jet-jet tempur canggih (meskipun
itu sekedar beli dari AS), mengapa itu malah dikerahkan untuk memborbardir
Yaman yang tidak punya satupun jet tempur, bukannya menghantam Israel yang
menjadi akar semua konflik berdarah di Timur Tengah?
Kedelapanbelas, Kalau dikatakan rakyat telah jenuh oleh kekuasaan
klan Assad, apakah Saudi dan Qatar telah memastikan rakyatnya tidak jenuh pada
kekuasaan keluarga yang berlaku di kedua negara kerajaan itu? Assad melakukan
referendum sebagaimana tuntutan oposisi dan berhasil membuktikan diri sebagai
pilihan rakyat, apa raja Saudi dan Qatar berani melakukan referendum di negara
mereka?
Kesembilanbelas, Kalau dikatakan konflik di Timur Tengah dipicu
pertikaian mazhab yang karena itu disebar berita, rezim Iran yang Syiah
menindas Sunni Iran, mengapa tidak ada kelompok militan asing satupun yang
masuk Iran untuk membela kelompok Sunni, sebagaimana yang terjadi di Suriah?
Keduapuluh, Kalau benar Assad membantai rakyat Suriah yang Sunni,
mengapa untuk menunjukkan itu yang digunakan justru foto-foto korban
pembantaian Zionis di Gaza, korban pembunuhan sadis di Brasil (sebagaimana yang
diposting Farid Okbah yang kemudian diklaim korban rezim Assad) dan foto-foto
lainnya yang terbukti hoax dan rekayasa?
Keduapuluhsatu, Kalaupun pada akhirnya Bashar Assad bisa
digulingkan melalui kekuatan senjata, lantas siapa yang bisa menjamin bahwa
kondisi Suriah akan jadi lebih baik dibanding ketika Assad berkuasa? Ataukah
justru korporasi-korporasi asing yang didominasi AS yang mengambil banyak
keuntungan dari kejatuhan Assad sebagaimana terbukti di Libya pasca
penggulingan paksa Moammar Qhadafi?
Keduapuluhdua, Kalau dikatakan, Palestina baru bisa dibebaskan dan
Israel dirontokkan setelah sebelumnya menghancurkan negara-negara Syiah
(Suriah, Iran, Lebanon, Irak dan Yaman) lantas mengapa untuk menghancurkan
negara-negara Syiah itu yang dilakukan justru bekerjasama dengan AS yang
merupakan sponsor utama berdirinya negara Israel?
Itulah daftar pertanyaan yang harus dijawab pihak-pihak yang
mengklaim pemicu konflik Suriah adalah pertikaian mazhab dan sedemikian lugu
melakukan pemetaan konflik bahwa semua tragedi di Suriah bermula dari rezim
Suriah yang dikuasai Alawi (baca: Syiah) melakukan teror mematikan atas
komunitas Sunni di Suriah.
Silahkan baca berita mengenai kondisi umat Islam di Tajikistan.
Tajikistan negara pecahan Uni Soviet dengan penduduk 90% muslim tapi dikuasai
rezim yang mengidap penyakit Islamophobia akut. Emomali Sharifovich Rahmonov,
presiden Tajikistan memberlakukan aturan yang memperkosa hak-hak umat Islam di
negara tersebut. Bahkan peraturan-peraturan anti Islam yang diberlakukan lebih
ekstrem dari yang diberlakukan di Barat. Di Tajikistan, penggunaan jilbab
dilarang, laki-laki muslim dilarang memelihara jenggot, anak-anak muda dibawah
18 tahun dilarang memasuki masjid, aktivis-aktivis Islam yang mengajarkan Islam
akan dipenjara dan menjadi tahanan politik bertahun-tahun tanpa melalui proses
peradilan yang jelas, peredaran buku-buku Islam dilarang keras dan kebijakan
anti Islam lainnya. Namun apa ada kecaman Mufti-mufti Islam (khususnya dari
Arab Saudi) terhadap rezim Rahmonov? Apa ada pihak yang mencoba menggulingkan
kekuasaannya dengan alasan membela hak-hak umat Islam di Tajikistan? Apa Assad
memberlakukan kebijakan anti Islam dinegaranya sebagaimana Rahmonov
menerapkannya di Tajikistan?.
Apa belum juga ditemukan benang merahnya, bahwa rezim-rezim di
Timur Tengah bahkan di seluruh dunia, yang jika itu menguntungkan AS maka rezim
itu akan dibiarkan bahkan didukung meski otoriter dan menindas rakyatnya, namun
jika menghambat kepentingan-kepentingan AS maka berambisi untuk dijatuhkan?. Melalui
tangan-tangan media yang dikendalikan AS maka dibentuklah opini publik, bahwa
rezim itu anti demokrasi, tirani, melanggar HAM, anti kemanusiaan bahkan
dimasukkan dalam daftar jaringan terorisme internasional. Ataupun kalau perlu,
menggunakan kekuatan ekonomi dengan memberlakukan embargo untuk melumpuhkan
rezim tersebut, sampai pada tingkat menginvasi, sebagaimana yang dilakukan AS
atas Vietnam, Afghanistan, Irak dan Libya melaui NATO. Sementara Arab Saudi
sebagai kacung AS, memuluskan proyek-proyek AS melalui fatwa-fatwa keagamaan.
Anda
bisa mengecek kembali, apa fatwa ulama-ulama Saudi mengenai Saddam Husain,
Moammar Qhadafi, Osama bin Laden, Hizbullah Lebanon, HAMAS, Ikhwanul Muslimin,
Bashar Assad, Houthi Yaman, rezim Iran dan siapapun yang anti AS?. Kalau bukan
menyebut mereka kafir, minimal menyebut mereka teroris.
Terakhir, silahkan berpikir sebelum bertindak dan meyakini, bahwa
yang terjadi di Suriah adalah gerakan perlawanan rakyat menghadapi pemerintahan
yang zalim untuk menegakkan demokrasi sebagaimana sebelumnya yang diisukan
untuk menjatuhkan Qhadafi di Libya, atau justru yang bertempur adalah
kepentingan korporasi asing untuk mengambil keuntungan atas kekayaan alam
Suriah melawan penguasa yang berpihak pada kepentingan negara dan rakyatnya. Bashar
Assad tidak perlu dibela, dia bukan malaikat yang tidak pernah salah, bukan
pula Nabi yang memimpin dengan bimbingan wahyu, dia tidak sempurna namun
setidaknya oleh rakyat Suriah, dia adalah harapan dan simbol perlawanan, bahwa
Suriah menolak tunduk dan dijajah.
Silahkan.
Ismail Amin,
Qom, 1 Maret 2016
WNI sementara menetap di Iran
* Jika anda merasa ini bermanfaat,
silahkan disebar... Katakan tidak pada perang dan keserakahan.....
Related Posts :
- Back to Home »
- Tabayyun , Timur Tengah »
- 22 Pertanyaan untuk Pendukung Pemberontak Suriah