Posted by : ismailamin
Kamis, 12 November 2015
Santer
tersebar informasi bahwa di Iran itu, tidak ada masjid yang menyelenggarakan
shalat Jum’at, karena pemerintah Iran yang Syiah melarang diadakan shalat
Jum’at. Terlebih lagi berita-berita seperti itu disebar secara massif oleh
situs-situs berita on line berlabel Islam namun isinya tendensius dan cenderung
negatif terhadap Republik Islam Iran. Benarkah demikian?
Sebagai
warga negara Indonesia yang sementara menetap di Qom, salah satu kota terkenal
di Iran, saya memberi kesaksian, memang benar, bagi warga Iran dilarang shalat
Jum’at di banyak masjid di satu kota yang sama. Kebijakan pemerintah Iran sebagaimana yang
ditetapkan oleh fatwa-fatwa ulama Mufti di Iran, ditetapkan shalat Jum’at harus
berpusat di satu tempat disetiap kota atau jarak minimal antara dua tempat yang
menyelenggarakan shalat Jum’at sejauh 1 farsakh [sekitar 3 mil]. Dengan adanya
ketentuan tersebut, menjelang penyelenggaraan shalat jum’at akan dimulai,
masjid-masjid yang tidak ditetapkan sebagai tempat shalat jum’at ditutup dan
dilarang beroperasi.
Di Tehran, shalat jum’at diselenggarakan di
lapangan besar Universitas Tehran, tiap pekan jutaan warga Tehran baik
laki-laki maupun perempuan membanjir sampai meluber kejalan-jalan raya untuk
mendengarkan khutbah dan shalat jum’at. Shalat Jum’at di Teheran diikuti oleh
pejabat-pejabat tinggi negara, termasuk Presiden Iran dan juga kepala-kepala
kedutaan besar negara sahabat. Bagi tamu dari negara-negara asing disediakan alat receiver yang menerjemahkan bahasa persia ke Inggris atau Arab. Yang menjadi
khatib selain Ayatullah Sayid Ali Khamenei yang merupakan pemimpin tertinggi di
Iran, juga sejumlah ulama besar Iran lainnya yang saling bergantian tiap
pekannya, seperti Ayatullah Khatami, Ayatullah Jannati dan Ayatullah Siddiqi.
Di Qom sendiri, shalat Jum’at dipusatkan di
masjid Haram Sayidah Maksumah yang terletak di jantung kota Qom. 2-3 jam
sebelum shalat Jum’at dimulai, kompleks Haram Sayidah Maksumah telah mulai
didatangi ribuan jamaah. Sembari menanti masuknya shalat Jum’at, jamaah yang
telah terkumpul dan duduk rapi dishaf-shaf depan, akan disuguhi sejumlah orasi
politik maupun ceramah agama oleh pejabat negara ataupun muballigh-muballigh
terkenal Qom. Biasanya, jika ada ulama besar atau tokoh Islam dari negara lain
yang kebetulan berada di Qom baik dalam rangka sekedar berziarah atau menjadi
peserta pertemuan internasional, maka oleh pengelola masjid, ia akan diminta
menyampaikan ceramah sebelum khutbah Jum’at disampaikan. Penceramah tamu yang
pernah saya dengarkan nasehat keagamaannya di masjid Haram Sayyidah Maksumah
berasal dari Mesir, Suriah, Lebanon, Irak, Bahrain bahkan pernah juga dari
ulama Ahlus Sunnah yang berasal dari Iran sendiri.
Banyaknya jamaah yang tidak dapat ditampung oleh masjid, menjadikannya
jamaah shalat Jum’at meluber ke badan jalan raya. Diluar masjid, dipasang layar
besar, sehingga yang shalat dipelataran masjid bisa melihat penceramah layaknya
sedang menonton siaran televisi secara live. Khutbah Jum’at biasanya cukup
singkat, paling lama sekitar 15 menit saja, sebab jamaah telah sebelumnya
dikenyangkan oleh orasi politik dan penyampaian nasehat keagamaan oleh
pembicara-pembicara sebelumnya yang biasanya 2 sampai 3 orang.
Momentum shalat Jum’at di Iran, benar-benar
dijadikan media politik. Ratusan ribu sampai jutaan jamaah shalat Jum’at yang
hadir, tidak sedikit yang sembari membawa bendera, spanduk dan foto-foto Rahbar,
termasuk poster-poster yang bertuliskan kecaman terhadap AS dan Zionis. Tidak
jarang, sehabis shalat Jum’at dengan massa sebesar itu, jama’ah Jum’at sekalian
melakukan aksi unjuk rasa menyangkut isu-isu terkini. Shalat Jum’at di Iran,
tidak hanya dihadiri kaum pria, namun juga kaum perempuan.
Bukan saya sendiri WNI yang menjadi saksi atas
penyelenggaraan shalat Jum’at di Iran khususnya di kota Qom. Selain seratusan
teman-teman mahasiswa asal Indonesia lainnya yang juga sementara mukim di Qom, juga
sejumlah tamu yang saya dampingi untuk melihat langsung pelaksanaan shalat Jum’at
di masjid-masjid Iran yang spektakuler. DR. Abdurrahim Razak misalnya, dosen
Universitas Muhammadiyah Makassar, yang berada di Qom kurang lebih 20 hari
dalam rangka melakukan penelitian untuk bahan disertasinya mengenai Tafsir al
Mizan yang ditulis oleh mufassir dan filosof Iran, Allamah Husain Thabathabai
pada tahun 2011. Saya mendampingi beliau mengunjungi kota Masyhad, dan
menyempatkan shalat Jum’at di kompleks Haram Imam Ridha As. Ia tampak
terheran-heran ketika ditengah-tengah ceramah, ribuan warga Iran serentak
berdiri meneriakkan yel-yel yang sama sembari mengepalkan tangan, seperti yang
biasa tampak dalam aksi-aksi demonstasi di jalan-jalan. Tanpa diminta, saya
memberi penjelasan, “Mereka ini sedang meneriakkan, kecaman terhadap Amerika
Serikat dan Zionis Israel.” Ia menimpali, “Bukannya saat mendengarkan khutbah
Jum’at, kita harusnya khusyuk mendengarkan?”. Saya hanya menjawab, “Yang kita
dengarkan saat ini pak, bukan khutbah Jum’at melainkan orasi politik yang
mengecam kebijakan politik luar negeri AS yang anti Islam.” Beliau hanya
mengangguk tanda mengerti.
Saya juga pernah kedatangan tamu, Muhammad
Chozien Amirullah ketua umum PB
HMI [2009-2011] yang berada di Iran pertengahan tahun 2010 untuk menghadiri konferensi 6th Gathering of the Union of Islamic
World Students di Tehran. Disela-sela
kepadatan jadwal mengikuti agenda konferensi, ia menyempatkan diri ke Qom dan
bersilaturahmi ke kediaman saya sebagai sesama aktivis HMI. Ia menceritakan
betapa takjubnya ia berada ditengah-tengah lautan manusia saat menyelenggarakan
shalat Jum’at di Teheran. Ia berkata, ““Saya lebih melihat shalat jumat di
Teheran seperti shalat idul fitri di Indonesia yang terpusat di satu tempat. Dengan penyelenggaraan shalat Jum’at seperti itu, maka relevansi
shalat Jum’at sebagai ibadah politik benar-benar sangat saya rasakan.” Chozien
bahkan menuliskan pengalaman shalat Jum’at di Teheran tersebut yang disebutnya
sebagai forum rakyat untuk mengkonsolidasikan dan menjaga semangat revolusi
Islam, Tulisannya tersebut dimuat di situs resmi PB HMI dan disejumlah
blog-blog Islam.
Ada
beberapa tamu lagi yang sempat saya dampingi, turut merasakan gempitanya shalat
Jum’at di Iran. Mereka menggambarkan diri, seolah berada ditengah-tengah lautan
demonstran dan aksi unjuk rasa, yang dikomandai seorang korlap dengan orasi
yang berapi-api. Tidak semuanya masjid Iran yang bisa menyelenggarakan shalat
Jum’at tersebut, membuat Dahlan Iskan ketika baru tiba di Teheran dan tepat di
hari Jum’at menjadi kecele. Sebab masjid bandara yang didatanginya malah tutup
dan tidak ada shalat Jum’at disitu. Pengalamannya itu ditulis di media, dan
disalah artikan oleh sejumlah pihak dengan menyimpulkan, di Iran yang mengaku
negara Islam kok tidak ada shalat Jum’atnya?.
Pak
Dahlan Iskan menulis:
“Memang ada masjid di bandara itu tapi tidak
dipakai sembahyang Jumat. Saya pun minta diantarkan ke desa atau kota kecil
terdekat. Ternyata saya kecele. Di Iran tidak banyak tempat yang
menyelenggarakan sembahyang Jumat. Bahkan di kota sebesar Teheran, ibukota
negara dengan penduduk 16 juta orang itu, hanya ada satu tempat sembahyang
Jumat. Itu pun bukan di masjid tapi di universitas Teheran. Dari bandara
memerlukan waktu perjalanan 1 jam. Atau bisa juga ke kota suci Qum. Tapi
jaraknya lebih jauh lagi. Di Negara Islam Iran, Jumatan hanya diselenggarakan
di satu tempat saja di setiap kota besar.
“Jadi, tidak ada tempat Jumatan di bandara
ini?,” tanya saya.
“Tidak ada. Kalau kita kita mau Jumatan harus
ke Teheran (40 km) atau ke Qum (70 km). Sampai di sana waktunya sudah
lewat,” katanya.”
Dahlan Iskan menulis, DI NEGARA ISLAM IRAN,
JUMATAN HANYA DISELENGGARAKAN DI SATU TEMPAT SAJA DISETIAP KOTA BESAR…
Dari pengalaman yang dibagi itu, JONRU
mengambil kesimpulan:
“Dulu waktu pak Dahlan Iskan tiba di Iran pas di
saat jadwal shalat Jumat, dia merasa kesulitan karena tak ada yang shalat Jumat
di sana.
Aneh, bukan?
Masa negara Islam TAK ADA shalat jumatnya!”
Metode penyimpulan
seperti itulah, yang oleh Jonru disebutnya sedang menyampaikan kebenaran.
Sudahkah anda menyebar kebenaran versi Jonru hari ini?
Ismail
Amin, sementara menetap di Qom.
[Pernah
di muat di Majalah Itrah]
Foto2 berikut, penyelenggaraan shalat Jum’at di kota Esfahan yang dipusatkan di Maydan Imam Khomeini:
Related Posts :
- Back to Home »
- Iran , Tabayyun »
- Membantah Fitnah JONRU, di Iran Tidak Ada Shalat Jum'at
Assalamualaikum, salam kenal, kalau boleh tau yang ektrim itu syiah yg aliran apa di iran sana? Terima kasih.
BalasHapusAssalamualaikum, salam kenal, kalau boleh tau yang ektrim itu syiah yg aliran apa di iran sana? Terima kasih.
BalasHapusbaca lagi artikel2 yg lain bro.. oky..
BalasHapussepertinya memang tidak ada.. yg extrim di Iran..
Yg ekstrim itu aliran khawarij, musuhnya syi'ah dan sunny,
BalasHapusYg agak2 mirip dg khawarij y wahabi...
Gak mnerima adanya prbedaan, selain DIA, bid'@h, sesat, syirik
Assalamu alaikum, mau tanya soal sholat 5 waktu di Iran. Apakah dilakukan di masjid sama seperti di Indonesia. APakah dibedakan antara masjid sunni maupun syiah? thanks. Wassalam.
BalasHapusadel.
BalasHapustrims infonya tentang iran.
kapan info tentang mut'ah di iran