Posted by : ismailamin Kamis, 18 Februari 2016

Adanya komitmen untuk membantu para imigran (pencari suaka) dan kemudahan untuk  mendapat kewarganegaraan menjadikan Australia tujuan para imigran dari berbagai negara. Terlebih lagi, Australia negara terbaik kedua setelah Norwegia dari sisi komitmen pemerintah dalam meningkatkan kualitas rakyatnya. Kualitas kehidupan di Australia sangat baik, baik dari sisi keamanan, ketersediaan fasilitas publik, pendidikan, maupun ketersediaan lapangan pekerjaan dengan insentif yang cukup besar. Wajar kemudian jika negara-negara yang sedang dilanda konflik berlarut-larut ataupun karena faktor ekonomi dan kesulitan hidup, sebagian kecil warganya berhasrat untuk bisa menetap di Australia untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Diantara warga negara yang mencari suaka ke Australia adalah Afghanistan, Pakistan, Irak dan Suriah yang lebih didominasi karena faktor keamanan dinegara mereka yang dilanda konflik, sementara imigran asal Myanmar, Bangladesh, Srilanka, Sudan, Somalia dan lain-lain lebih disebabkan karena faktor ekonomi.

Namun, ada fenomena menarik, dan sering dijadikan isu untuk menghantam Iran, yaitu keberadaan tidak sedikit warga Iran yang juga ikut mencari suaka ke Australia.

Alasannya apa?

Bukankah selama ini digembar gemborkan serta dicitrakan Iran sebagai negara di Timur Tengah yang mengalami banyak kemajuan diberbagai bidang? Lantas apa arti kemajuan dan berbagai prestasi keilmuan yang dicapai Iran tersebut kalau ternyata gagal mensejahterahkan rakyatnya? Artinya kemajuan dan penemuan Iran yang canggih-canggih itu hoax dong?. 

Ratusan warga Iran juga ikut berdesak-desakan dengan warga asal Irak, Afghanistan dan Pakistan dalam sebuah perahu kecil, yang mengadu nasib dalam pelayaran ke Australia. Kalau ketiga negara yang disebut itu, memang wajar jika warganya minta suaka, karena memang negaranya lagi dilanda konflik, kalau Iran?. Dengan adanya imigran dari Iran, artinya Iran tidak aman-aman amat dong?. 

Apakah Iran juga termasuk negara miskin yang gagal mensejahterahkan rakyatnya sehingga warganya ikut diseret dan berurusan dengan urusan imigrasi karena ingin secara illegal masuk Australia bersama warga dari Bangladesh dan Somalia?.

Tulisan ini, mencoba untuk memberikan jawabannya.

Iran sejak tahun 1979 dengan runtuhnya kekuasaan Pahlevi yang menandai berakhirnya kekuasaan Imperium Persia, berubah menjadi republik yang mendasarkan sistem pemerintahannya atas asas Islam, yang kemudian bernama Republik Islam Iran.  Meski mayoritas rakyat Iran setuju dengan sistem baru tersebut, tentu ada juga minoritas yang tidak setuju. Yang minoritas ini, dengan penolakannya atas sistem Islam, tentu mendambakan kehidupan sebagaimana Iran pra revolusi yang memberlakukan gaya Barat, yang tidak perlu secara ketat diikat oleh aturan-aturan agama dalam urusan publik. Karena itu, mereka membutuhkan alternatif untuk bisa menjalani kehidupan yang mereka mau sembari tetap hidup layak, mapan dan semestinya. Tidak sedikit kemudian memang meninggalkan Iran, termasuk sisa-sisa keluarga Pahlevi dan pendukungnya. Mereka kemudian menetap di Inggris, AS dan sejumlah negara Eropa lainnya, sampai kemudian secara resmi menjadi warga negara di negera-negara tersebut.

Keterbukaan Australia memberi suaka dan menerima imigran, memicu ketertarikan sejumlah warga Iran untuk mengadu nasib ke Australia. Meski hidup mapan di Iran, Australia yang menerapkan sekulerisme dan style hidup bebas memiliki daya tarik tersendiri.  

Kesediaan Australia membantu imigran dan peminta suaka, tentu tidak asal  begitu saja. Mereka menerapkan aturan penerimaan, melalui wawancara dan uji skill yang bertahap. Mereka yang mendaftar harus antri, bahkan sampai bertahun-tahun untuk bisa mendapatkan giliran. Ketidak sabaran untuk menunggui giliran itulah yang membuat, sejumlah imigran nekat untuk tetap masuk ke Australia secara illegal, tidak terkecuali sedikit dari warga Iran.

Dari situs http://www.irdiplomacy.ir/, mengungkap data tahun 2013, 17.272 imigran gelap yang masuk Australia secara illegal dan ada sekitar 6.500 berasal dari Iran. Situs resmi Iran tersebut juga menyebutkan, setiap tahunnya ada 2000 warga Iran yang pindah ke Australia secara legal dan resmi dan saat ini sekitar 30.000 orang Iran menetap di Australia yang telah mendapat permanen resident dan telah beralih kewarganegaraan. Orang-orang Iran yang berhasil hidup mapan di Australia inilah yang kemudian membuat blog-blog pribadi, akun-akun medsos dst yang menshare kisah-kisah mereka mengenai betapa nyamannya dan nikmatnya mereka hidup di Australia. Mereka bercerita mengenai betapa bebasnya mereka mengenakan pakaian apapun yang mereka mau, tidak sebagaimana di Iran dengan gaya hidup yang ‘kolot’ sampai harus diwajibkan mengenakan cadur (pakaian muslimah khas Iran) segala. Betapa asyiknya menonton pertandingan sepak bola langsung di stadion, tidak sebagaimana di Iran yang menerapkan larangan perempuan masuk stadion sepak bola laki-laki. Inilah yang memancing, warga Iran yang memang sejak awal tidak pro republik Islam untuk meninggalkan Iran.

Lantas, mengapa pemerintah Iran membiarkan warganya meninggalkan Iran dan beralih kewarganegaraan?.

Pertama, hak warga untuk menjadi warga negara manapun yang dia mau, selama memenuhi syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Kedua, Iran tidak bisa memaksa warganya yang ‘ogah’ diatur untuk tetap berada di Iran dan hidup di Iran dengan keterpaksaan.

Bagaimana dengan imigran gelap dari Iran?

Pertama, Iran  memperketat aturan pemberian visa keluar negeri sebagai upaya meminimalisir imigran gelap.

Kedua, keberadaan sindikat perdagangan tenaga kerja manusia, dengan jaringan yang kuat diberbagai negara, membuat Iran tetap kecolongan, sehingga tetap saja ada warganya yang keluar secara illegal melalui cara-cara yang bahkan mempertaruhkan nyawa, menjadi manusia perahu. Keberadaan sindikat ini pula yang merepotkan pemerintah Indonesia, sebab para imigran gelap itu menjadikan Indonesia sebagai tempat transit untuk ke Australia.

Ditahannya sejumlah imigran gelap Iran oleh kepolisian Indonesia, dan adanya fakta warga Iran juga termasuk dalam fenomena manusia perahu, menjadi isu yang ‘digoreng’ sejumlah pihak untuk mencitrakan Iran gagal mensejahterahkan penduduknya. Bahkan manusia perahu dari Iran dikait-kaitkan bahwa mereka adalah warga Sunni Iran yang nekat melarikan diri karena mendapatkan perlakuan diskriminasi dan ketertindasan dari rezim Iran yang Syiah. Meski kemudian itu diralat, karena orang-orang Iran yang mereka klaim Sunni itu malah menjadi pengedar narkoba dan pelaku kriminil di Indonesia.

Jumlah penduduk Iran 78 juta jiwa. Sementara yang ‘melarikan diri’ ke Australia, total tidak sampai 100 ribu orang. Yang memilih keluar dari Iran tidak sampai 0,5 persen dari jumlah total penduduknya. Bukan hal yang perlu dikhawatirkan oleh pemerintah Iran sendiri, terlebih lagi yang ‘lari’ itu adalah orang-orang yang memang tidak mau diatur oleh syariat Islam yang diberlakukan di Iran. Tugas pemerintah adalah membuat nyaman dan menjamin keamanan, bukan memuaskan semua orang. 

Tetap mau ngotot mengklaim mereka orang-orang Sunni yang mendapat diskriminasi di Iran? ^_^

Ismail Amin, sementara menetap di Iran

Foto-foto berikut akan membantu anda untuk lebih mudah memahami tulisan diatas:


keluarga Iran yang menetap di Australia dan telah berganti kewarganegaraan


WN Australia asal Iran turut meramaikan People's Day Australia




WN Australia asal Iran turut berbelasungkawa atas tragedi teror di Sidney. Perhatikan bendera yang mereka bawa, itu bendera Iran masa Pahlevi. Menunjukkan mereka belum "move on" Iran sekarang sudah berubah menjadi Republik Islam.


Radio berbahasa Persia di Australia untuk menghibur WN Australia asal Iran



WN Australia asal Iran  yang tetap mendukung timnas Iran pada AFC di Australia



Ali Reza Haghigi, atlit sepakbola Iran berfoto dengan WN Australia asal Iran pada  momen AFC di Australia

Berikut sejumlah foto, manusia perahu asal Iran, lihat dari stylenya, apa ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa manusia perahu asal Iran ini lari dari negaranya karena miskin dan melarat?









{ 2 komentar... read them below or Comment }

  1. bagus info nya,.....Teruslah berkarya dan memberi pencerahan bagi yg buta informasi real,...Salam dari Indonesia

    BalasHapus
  2. saya juga pembaca setia ejajufri.Wordpress.Com Atau Bukhori supriyadi........anda2 anak muda hebat

    BalasHapus

Welcome to My Blog

Tentang Saya

Foto saya
Lahir di Makassar, 6 Maret 1983. Sekolah dari tingkat dasar sampai SMA di Bulukumba, 150 km dari Makassar. Tahun 2001 masuk Universitas Negeri Makassar jurusan Matematika. Sempat juga kuliah di Ma’had Al Birr Unismuh tahun 2005. Dan tahun 2007 meninggalkan tanah air untuk menimba ilmu agama di kota Qom, Republik Islam Iran. Sampai sekarang masih menetap sementara di Qom bersama istri dan dua orang anak, Hawra Miftahul Jannah dan Muhammad Husain Fadhlullah.

Promosi Karya

Promosi Karya
Dalam Dekapan Ridha Allah Makassar : Penerbit Intizar, cet I Mei 2015 324 (xxiv + 298) hlm; 12.5 x 19 cm Harga: Rp. 45.000, - "Ismail Amin itu anak muda yang sangat haus ilmu. Dia telah melakukan safar intelektual bahkan geografis untuk memuaskan dahaganya. Maka tak heran jika tulisan-tulisannya tidak biasa. Hati-hati, ia membongkar cara berpikir kita yang biasa. Tapi jangan khawatir, ia akan menawarkan cara berpikir yang sistematis. Dengan begitu, ia memudahkan kita membuat analisa dan kesimpulan. Coba buktikan saja sendiri." [Mustamin al-Mandary, Penikmat Buku. menerjemahkan Buku terjemahan Awsaf al-Asyraf karya Nasiruddin ath-Thusi, “Menyucikan Hati Menyempurnakan Jiwa” diterbitkan Pustaka Zahra tahun 2003]. Jika berminat bisa menghubungi via SMS/Line/WA: 085299633567 [Nandar]

Popular Post

Blogger templates

Pengikut

Pengunjung

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Ismail Amin -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -