Posted by : ismailamin Rabu, 27 Mei 2015

Pertama, ada Syiah Imamiyah [sebagaimana yang dianut mayoritas warga Iran] di Saudi. Tersebar di banyak kota, termasuk Madinah, namun mayoritas bermukim di kota Qatif, Ahsa dan Damam. Jumlahnya kisaran 10-15% dari total penduduk Arab Saudi. Sekitar 3-4 juta jiwa penduduk Saudi bermazhab Syiah. Sementara Syiah Zaidiyah bermukim diwilayah selatan Arab Saudi, yang berbatasan langsung dengan Yaman. Mereka mayoritas di kota Najran. Syiah Ismailiyah juga terdapat dibagian selatan Arab Saudi, namun jumlahnya sangat sedikit.

Kedua, sebagaimana warga muslim lainnya, Syiah juga memiliki masjid, sekolah agama dan Husainiyah untuk melakukan aktivitas keIslaman bercorak Syiah. Meskipun tetap mendapat tekanan dan batasan, namun secara umum Syiah Saudi bebas secara terbuka menyampaikan ajarannya dimimbar-mimbar termasuk dalam mempublikasikan karya-karyanya namun tetap terbatas hanya dikomunitas Syiah dan tidak bebas diperjual belikan di komunitas non Syiah Saudi. Tidak jarang, masjid Syiah disegel pihak keamanan, atau khatibnya dipenjarakan, karena dianggap memprovokasi warga untuk menentang kerajaan. Namun aturan ini tidak hanya berlaku untuk Syiah, tidak sedikit ulama Wahabipun dipenjara oleh rezim dengan tuduhan mengganggu stabilitas negara. Diantaranya Syaikh Salman al Audah dan Syaik ‘Aidh al Qarni [penulis La Tahzan] pernah merasakan dinginnya jeruji besi, padahal keduanya bukan Syiah. Sementara ulama terkenal Syiah yang masih mendekam dipenjara sampai saat ini adalah Syaikh Nimr Baqir al Nimr.

Ketiga, dihari-hari tertentu, yang dianggap istimewa oleh Syiah, mereka melakukan majelis-majelis keagamaan. Termasuk pada hari Asyura. Meski karnaval peringatan Asyura dilarang dilakukan diareal terbuka, namun mereka tetap bisa melakukan di ruangan tertutup, dan yang hadir sampai ribuan orang untuk mendengarkan ceramah-ceramah bertemakan Asyura dari ulama dan muballigh Syiah. Dan ketika peringatan Asyura berlangsung, tidak ada diluar ruangan tersebut yang melakukan aksi demonstrasi minta acara Asyura itu dibubarkan, sebagaimana di Indonesia.

Keempat, Masjid Nabawi dan areal Baitullah terbuka untuk Syiah. Tidak ada larangan bagi mereka untuk memasukinya, yang menunjukkan fakta tidak terbantahkan bahwa mereka tetap dianggap muslim oleh otoritas Saudi. Merekapun secara terbuka bebas melakukan tata cara shalat ala Syiah tanpa larangan, termasuk menyelenggarakan doa Kumayl bersama di areal masjid Nabawi setiap malam Jum’at. Syiahpun bebas keluar masuk disemua masjid diseantero Arab Saudi untuk shalat. Syiah bebas untuk bergabung dalam jamaah shalat, meskipun imam shalatnya Wahabi sekalipun, berbuka bersama saat Ramadhan dan mendengarkan ceramah-ceramah keagamaan. Tidak ada satupun masjid di Arab Saudi yang memasang spanduk Syiah bukan Islam atau menetapkan aturan Syiah dilarang masuk masjid, tidak sebagaimana yang dilakukan disebagian kota tertentu di Indonesia, yang memasang spanduk anti Syiah dan mengharamkan Syiah mendekati masjid.

Kelima, meski Syiah secara umum ditekan rezim Saudi agar tetap berada digaris ekonomi menengah kebawah, namun tidak sedikit Syiah Saudi yang kaya dan menjadi pengusaha. Termasuk salah satu tokohnya diangkat sebagai menteri di kerajaan Arab Saudi. Anak yatim, janda dan fakir miskin tetap dapat santunan dari Kerajaan, apapun mazhabnya, termasuk warga Syiah. 

Keenam, untuk mencegah tersebarnya dakwah Syiah, otoritas Saudi melakukan pelarangan ketat, agar Syiah hanya diberlakukan dikomunitas Syiah, dan dilarang tegas menyebarkannnya kepada komunitas Sunni. Mufti-mufti Wahabi Saudi maupun para muballighnya secara demonstratif sering mengungkap kesesatan-kesesatan Syiah dimimbar-mimbar namun tidak sampai mengkafirkan secara terang-terangan meskipun mereka meyakini demikian. Media-media Arab Saudi tidak pernah menyebut masjid Syiah sebagai kuil, atau menyebut ulama dan muballigh Syiah sebagai pendeta atau pastor ketika memberitakan kegiatan-kegiatan atau informasi mengenai Syiah, tidak sebagaimana yang sering tertulis secara provokatif dimedia-media anti Syiah di Indonesia.

Ketujuh, Syiah hidup normal di pemukiman-pemukiman mereka, tanpa gangguan, apalagi pengusiran. Tidak ada warga Saudi yang Syiah harus mengungsi di negerinya sendiri, karena kampung, masjid dan rumah-rumah mereka dibakar. Aksi bom bunuh diri di masjid Syiah, yang menewaskan puluhan orang jamaah shalat Jum’at, mendapat kecaman otoritas Arab Saudi dan akan mengusut tuntas pelakunya. Sekali lagi, media-media Saudi menyebut yang diledakkkan itu masjid, bukan kuil.

Jadi, aksi demonstrasi menentang peringatan Asyura, pemasangan spanduk anti syiah dimasjid-masjid, penyebutan kuil pada masjid Syiah, penyebutan pendeta/rahib pada ulama dan muballigh Syiah, pengusiran satu kampung warga Syiah sehingga menjadi pengungsi, itu hanya ada di Indonesia. Entah belajar dan mencontoh darimana?.

Ismail Amin, sementara menetap di Qom-Iran

 Aksi demonstrasi menuntut pembebasan ulama Syiah Saudi yang ditangkap





Upacara pemakaman korban peledakan masjid Imam Ali As di Qatif


Suasana shalat berjama'ah Sunni-Syiah di salah satu masjid di Arab Saudi


 Jamaah Syiah pada peringatan Asyura disalah satu Husainiyah di Madinah


 Pembacaan Doa Kumayl Muslim Syiah di pelataran Masjid Nabawi Madinah



{ 1 komentar... read them below or add one }

  1. Syiah Saudi patuh sama pemerintah Kerajaan Saudi, salah satunya gak pamer2 di jalan baris tepuk2 dada dan iris2 badan pakai kelewang dan kepala anak kecilnya sampai ber-darah-darah

    BalasHapus

Welcome to My Blog

Tentang Saya

Foto saya
Lahir di Makassar, 6 Maret 1983. Sekolah dari tingkat dasar sampai SMA di Bulukumba, 150 km dari Makassar. Tahun 2001 masuk Universitas Negeri Makassar jurusan Matematika. Sempat juga kuliah di Ma’had Al Birr Unismuh tahun 2005. Dan tahun 2007 meninggalkan tanah air untuk menimba ilmu agama di kota Qom, Republik Islam Iran. Sampai sekarang masih menetap sementara di Qom bersama istri dan dua orang anak, Hawra Miftahul Jannah dan Muhammad Husain Fadhlullah.

Promosi Karya

Promosi Karya
Dalam Dekapan Ridha Allah Makassar : Penerbit Intizar, cet I Mei 2015 324 (xxiv + 298) hlm; 12.5 x 19 cm Harga: Rp. 45.000, - "Ismail Amin itu anak muda yang sangat haus ilmu. Dia telah melakukan safar intelektual bahkan geografis untuk memuaskan dahaganya. Maka tak heran jika tulisan-tulisannya tidak biasa. Hati-hati, ia membongkar cara berpikir kita yang biasa. Tapi jangan khawatir, ia akan menawarkan cara berpikir yang sistematis. Dengan begitu, ia memudahkan kita membuat analisa dan kesimpulan. Coba buktikan saja sendiri." [Mustamin al-Mandary, Penikmat Buku. menerjemahkan Buku terjemahan Awsaf al-Asyraf karya Nasiruddin ath-Thusi, “Menyucikan Hati Menyempurnakan Jiwa” diterbitkan Pustaka Zahra tahun 2003]. Jika berminat bisa menghubungi via SMS/Line/WA: 085299633567 [Nandar]

Popular Post

Blogger templates

Pengikut

Pengunjung

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Ismail Amin -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -