Posted by : ismailamin
Sabtu, 18 April 2015
Bagi
yang pernah ke Iran, tinggal dalam waktu yang lama atau sekedar berziarah dan
berkunjung dalam waktu yang singkat, dan menyempatkan diri untuk turut shalat
berjama’ah di masjid-masjid besarnya, niscaya tidak akan luput dari fenomena,
banyaknya anak-anak balita dan yang belum baligh yang turut terselip diantara
jam’ah yang jumlahnya untuk mesjid besar sampai ribuan orang.
Ke Masjid atau
berziarah ke Haram (areal pemakaman wali-wali Allah) menjadi agenda rutinitas
masyarakat muslim di Iran, mereka seringkali membawa seluruh anggota keluarga
untuk shalat berjama’ah atau berziarah ke makam-makam suci yang mereka
agungkan. Di saat-saat menunggu waktu masuknya shalat, anak-anak dengan mudah
kita temui berkeliaran, di dalam masjid bukan hanya di halamannya, berkejaran,
atau sekedar berteriak-teriak yang bagi kita tidak jelas maknanya. Bahkan
aktivitas mereka tidak terhenti meskipun jama’ah telah berderet rapi dalam
shaf, mereka tetap saja berkeliaran diantara jama’ah yang sedang sibuk dengan
gerak-gerak shalatnya, meskipun karena sempat ‘dipaksa’ untuk berdiri di
samping orangtua masing-masing, mereka hanya antusias mengikuti gerak shalat
orangtuanya di awal-awal gerakan, setelah itu, mereka lebih memilih untuk
melakukan gerakan kreativitas sendiri yang terkadang sangat menggelikan.
Saya
terkadang bertanya-tanya, apa motivasi orang-orang Iran membawa anak-anak
mereka ke masjid, yang bahkan masih dalam usia mingguan?. Apakah mereka tidak
terganggu dengan tingkah lucu anak-anak kecil yang terkadang sampai di luar
batas kewajaran sehingga sangat mengganggu dan menyebalkan?. Apa mereka tidak
khawatir tangisan ataupun teriakan gembira anak-anak kecil mengganggu
kekhusyukan peribadatan mereka?. Bukankah mesjid merupakan tempat yang sakral
dan membebaskan anak-anak bermain di dalamnya dapat mengurangi kesakralan
mesjid dan dapat dikategorikan tindakan tidak menghormati masjid?.
Entahlah,
yang pasti saya sempat shalat, diantara mereka yang membawa anak-anak kecil
usia 2-3 tahunan, sewaktu dalam posisi berdiri untuk shalat, 2-3 anak berkumpul
di depanku, di atas sajadah yang aku berdiri di atasnya, mereka memandangiku
bersama-sama. Mungkin merasa aneh dengan wajahku yang asing dengan orang-orang
sekitar yang mereka lihat.
Shalatku yang memang sulit khusyuknya menjadi lebih
sulit lagi, belum lagi sewaktu mau rukuk, saya sempat memandangi wajah mereka
sambil membelalakkan mata sebagai isyarat mereka menjauh dari tempat sujudku,
mereka justu tertawa cekikikan bersama. Saya hanya mampu menghalaunya dengan
tangan, ketika mereka tetap tidak mau bergeser. Bagaimanapun saya merasa
benar-benar terganggu dengan kehadiran anak-anak kecil itu. Untuk shalat-shalat
selanjutnya setiap ke masjid, saya memilih shaf yang tidak ada anak kecil
terselip di situ.
Keherananku
atas kebiasaan mereka, sedikit terjawab setelah menemukan beberapa riwayat dari
Nabi Saw yang akan saya jabarkan satu-satu.
Imam
Bukhari menuliskan dalam kitab shahihnya, pernah Rasulullah menggendong
cucunya, Umamah putri Zainab. Padahal ketika itu beliau sedang shalat. Abu
Qatadah berkata, “Kami keluar bersama Rasulullah Saw, sedangkan Umamah binti
Abi Al-Ash berada di atas bahu Rasulullah (digendong). Lalu beliau shalat.
Ketika beliau rukuk, maka Umamah diletakkan, dan ketika beliau bangun dari rukuk,
maka Umamah diangkat kembali.” (HR. Bukhari).
Saya tertegun ketika membaca
riwayat ini. Betapa agungnya Islam dalam pembentukan nilai-nilai tauhid dan
religiusitas bagi anak-anak sejak dini. Shalat yang merupakan ritual ibadah
ubudiyah yang paling sakral yang menghubungkan antara manusia dengan sang
Khalik, namun tetap tidak mengabaikan suasana hati anak-anak kecil, mereka
tetap harus digembirakan dengan tetap menggendongnya hatta dalam keadaan shalat
sekalipun.
Betapa dekatnya Nabi Saw dengan anak-anak kecil sampai Nabi dalam
keadaan shalatpun tetap mengizinkan cucu-cucu kesayangannya Hasan dan Husain,
untuk menunggangi punggungnya ketika beliau sedang sujud, dan dalam keadaan
memimpin jama’ah shalat. Abdullah bin Zubair berkata, “Aku ingin bercerita kepada
kalian tentang orang yang paling mirip dengan Rasulullah Saw dan paling beliau
cintai, yaitu Al-Hasan bin Ali. Suatu hari aku melihat Rasulullah Saw sedang
bersujud, tiba-tiba Al-Hasan datang dan menaiki leher atau punggung beliau.
Rasulullah Saw tidak menurunkannya. Beliau menunggu sampai cucu kesayangannya
itulah yang turun dari punggung beliau. Aku juga pernah melihat Rasulullah Saw
sedang ruku’ lalu Al-Hasan datang dan keluar-masuk di antara dua kaki beliau.”
Betapa
agungnya akhlak Nabi dan betapa jauhnya kita dari petunjuk beliau. Karena sulit
khusyuk, kita halau anak-anak kita dari masjid dan tempat kita shalat. Kita
larang mereka masuk masjid karena tidak mau terganggu tangis dan teriakan
gembira mereka. Kita hardik dan ancam mereka jika tetap berlarian kesana kemari
di dalam masjid. Kita marah dan geram dengan gerakan-gerakan lucu dan jenaka
mereka yang mengikuti gerakan shalat kita, kita anggap itu penghinaan terhadap
kesakralan shalat. Dan kita mendongkol, karena ketidakpahaman mereka, bahwa mengikuti
bacaan imam cukup dengan lipsinch, tidak harus turut bersuara apalagi
sampai terdengar keseantero masjid.
Kita
mungkin pura-pura lupa, bahwa Nabi Saw memendekkan shalatnya ketika memimpin
shalat berjama’ah bukan karena terganggu oleh terdengarnya tangisan bayi, namun
karena khawatir dengan kerisauan ibu sang anak. Dari Anas bin Malik berkata:
Rasulullah Saw berkata, “Aku betul-betul ingin shalat berlama-lama.
Tetapi aku kemudian mendengar tangisan seorang bayi. Maka aku segerakan
shalatku karena aku tahu ibunya sedih mendengar tangis bayinya”.
(HR. Bukhari-Muslim). Nabi Saw memilih memendekkan shalatnya, bukan
karena terganggu tangisan bayi dan tidak pula melarang ibu-ibu membawa
anak-anaknya ke masjid di waktu-waktu shalat berikutnya, namun lebih karena
paham akan kerisauan hati sang ibu akan tangis anaknya.
Walhasil,
Nabi Saw seolah memesankan, jangan buat anak-anak kita trauma dengan shalat dan
jauh dari masjid karena hardikan kita untuk menenangkan kelakuan mereka. Teriakan,
tangis dan keributan yang diperbuat anak-anak dalam masjid masih jauh lebih
baik dibanding jauhnya hati-hati mereka dengan masjid. Nabi Saw adalah
sebaik-baik contoh dalam hal ini dan sayangnya, saya melihat realitas
praktiknya di masjid-masjid Iran bukan kebanyakan di masjid-masjid di tanah
air, apalagi di Haramain, Makah dan Madinah (lewat video-video shalat
yang kita lihat dengan bacaan shalat yang super panjang dan lama).
Jika
berkesempatan, kunjungilah Iran, shalatlah di masjid-masjid besar mereka.
Kalian akan menemukan tiga fenomena, banyaknya anak-anak kecil yang berlarian
kesana kemari, keriuhan tangis dan teriakan anak kecil yang mengalahkan suara
imam, dan imam shalat dengan bacaan surahnya yang super pendek.
Wallahu
‘alam bishshawwab
Ismail Amin, sementara menetap di Iran
WhatsApp 085 244 015 689
BalasHapusTerimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D
WhatsApp 085 244 015 689
Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D