Posted by : ismailamin
Sabtu, 18 April 2015
Sanad sangat penting dalam Islam, bahwa tanpa sanad, siapapun
akan bebas berkata semaunya. Sanad adalah silsilah [mata rantai] perawi
[pembawa kabar] sampai kepada sumber awal beritanya. Sanad atau isnad sangat
populer dikalangan para pengkaji ilmu hadis. Setiap hadis yang disampaikan
harus ada sanadnya. Misalnya, seorang ulama hadis meriwayatkan hadis yang
karena zamannya jauh dari masa Nabi Saw sehingga tidak memungkinkan adanya
interaksi langsung, maka ia meriwayatkan hadis Nabi Saw dengan misalnyat: A
telah mengabarkan kepada kami, dia berkata: B telah mengabarkan kepada kami,
dia berkata: C telah mengabarkan kepada kami bahwa dia telah mendengarkan dari
Nabi Saw yang bersabda demikian dan demikian.
Derajat dan kedudukan hadis kemudian ditentukan oleh
ketsiqahan/kejujuran para perawi tersebut. Ketsiqahan para perawi dapat
ditelusuri dari biografinya, dan ilmu yang khusus mempelajari biografi para
perawi disebut ilmu rijal. Dari biografi perawi tersebut kemudian diketahui,
layak tidaknya seorang perawi diterima berita yang dikabarkannya, sebab dalam
ilmu rijal, sifat dan karakter seorang perawi benar-benar dikuliti. Dia secara
terang-terangan akan disebut pendusta atau tidak layak diterima periwayatannya
jika ia dikenal sebagai seseorang yang berakhlak buruk, bersifat munafik,
ingatannya lemah, identitasnya tidak jelas dan seterusnya.
Betapa besar peran ulama-ulama ahli hadis dalam menjaga
kesahihan sabda-sabda Nabi Saw. Kitapun disuguhkan kisah dramatis, ketika Imam
Bukhari telah menempuh perjalanan yang sangat jauh untuk menemui seorang
perawi, tapi kemudian hanya menyampaikan satu hadis dari Nabi Saw, itupun
kemudian Imam Bukhari membuang hadis itu ketika sang perawi dia temukan
mengelabui untanya. Berbohong kepada seekor unta sekalipun, sudah menjadi
alasan ulama hadis untuk memblack list seseorang dan menolak apapun yang
disampaikannya. Diapun akan dikenal ditengah masyarakat, sebagai pendusta dan
harus diteliti setiap perkataannya.
Tentu sanad tidak hanya berlaku pada ilmu hadis. Tapi pada semua
hal yang berbau informasi. Ketika kita mendapat sebuah informasi maka sudah
selayaknya kita mencari tahu dan mengecek kebenaran informasi tersebut. Apa
penyampai tersebut melihat langsung apa yang disampaikannya, kalau tidak, dari
siapa dia mendengarkannya, dan apa penyampai sebelumnya memiliki kelayakan
untuk dipercaya? Dan begitu seterusnya.
Walhasil, sanad dan sumber berita sangat penting dan urgen. Jika
tidak dibebankan adanya sanad, maka siapapun bisa berkata semaunya. Dalam
Islam, mengecek kebenaran berita, atau mengklarifikasi ke sumber berita atau
obyek yang diberitakan dikenal dengan sebutan tabayyun. Tabayyun adalah
perintah tegas dalam Islam, agar umat Islam tidak menimbulkan tindakan yang
berujung pada dosa dan penyesalan akibat tergesa-gesa dalam menerima informasi.
Tabayyun penting dilakukan agar keputusan yang diambil adil dan tidak merugikan
pihak lain. Perintah untuk Tabayyun
setidaknya terdapat dalam QS. An Nisa/4: 94 dan
QS. al Hujarat /49 ayat 6.
Sayangnya, akhir-akhir ini kita diperhadapkan pada fenomena
semakin minimnya sikap tabayyun dilakukan, tidak ada upaya klarifikasi terlebih
dahulu, meskipun berita yang disampaikan
tanpa sanad sekalipun. Dan lebih miris lagi, karena yang sedemikian getol
melakukannya mereka yang mengklaim diri aktivis-aktivis Islam.
Melalui media yang mereka kelola baik situs berita, fun page
maupun lewat mimbar-mimbar yang berinteraksi langsung dengan audience, tersebar
berita-berita bohong yang sifatnya provokatif dan tidak berdasar. Sebut saja,
di fun page Farid Okbah, seorang ustad yang getol mengkampanyekan gerakan anti
Syiah, pernah memosting foto korban pembunuhan di Brasil dan menyebutnya korban
pembunuhan di Suriah oleh militer Syiah.
Termasuk berita-berita yang ditulis mengenai Iran. Meskipun tanpa
sumber, kalau berita itu mengenai hal-hal negatif tentang Iran maka dengan
cepat disebar dan dipercaya sebagai sebuah fakta yang benar adanya. Sebut saja
berita tentang praktik mut’ah di Iran yang selalu saja diberitakan
berulang-ulang meskipun sumbernya fiktif dan banyak informasi manipulatif di
dalamnya.
Cerita KH. Kholil Ridwan [Ketua MUI Pusat] tentang praktik
mut’ah yang dilakukan di masjid-masjid Iran karena memang katanya disetiap
masjid telah disediakan bilik-bilik asmara khusus untuk melakukan praktik
mut’ah. Informannya dari mana karena sang Kyai tidak pernah ke Iran? Katanya
dari temannya yang pernah kuliah di Iran. Siapa? Tidak dijelaskan. Dan
informasi tanpa informan dengan identitas yang jelas tersebut ditelan
mentah-mentah dan dengan tanpa beban disebar secara massif, untuk kemudian
memberikan stigma betapa buruknya kondisi sosial di Iran.
Ada pula sebuah artikel yang khusus ditulis mengenai kota Qom di
Iran. Dengan judul yang fantastis, Qom Kota Bejat di Iran, sekali lagi tanpa
informan dengan identitas yang jelas. Data-data yang disajikan tidak sesuai dengan
fakta yang saya lihat di kota Qom, yang sejak tahun 2007 saya tinggali sampai
sekarang.
Berita tentang tidak adanya masjid Sunni di Tehran. Dibantah
oleh media setempat di Iran, dengan menuliskan tujuh masjid yang dikelola
masjid Sunni di Tehran lengkap dengan alamat lokasi masing-masing masjid.
Berita tentang tidak adanya shalat Jum’at di Iran, digantungnya ulama-ulama
Sunni, atau tahanan wanita wajib diperkosa dulu sebelum di eksekusi gantung,
Reyhanah Jabbari yang digantung karena kasus pembunuhan oleh media Islam anti
Syiah, tiba-tiba dijadikan wanita ahlusunnah padahal dia jelas-jelas Syiah,
mewarnai media-media berbasis blog di Indonesia, yang kesemuanya tidak
menyertakan sumber berita sama sekali atau bukan dari sumber utamanya. Khusus
berita mengenai perempuan sebelum digantung diperkosa dulu oleh sipir penjara
justu diambilnya dari The Jerusalem Post, kantor berita Israel.
Coba bandingkan dengan apa yang diceritakan oleh mereka yang
pernah secara langsung melawat ke Iran dan tepatnya di kota Qom. Tidak ada
cerita tentang bayi-bayi yang katanya saban hari dibuang di selokan-selokan
karena kebablasan melakukan praktik mut’ah, tidak ada cerita tentang
masjid-masjid yang didalamnya ada praktik mut’ah berjamaah, tidak ada cerita
sahabat Nabi dilaknat dan dikafirkan di mimbar-mimbar, yang ada justru
kekaguman-kekaguman yang kemudian mereka tuliskan dalam reportase mereka yang
kemudian dimuat dimedia atau blog pribadi mereka.
Mereka informan mengenai Iran yang dengan tegas memperkenalkan
identitas mereka. Siap mempertaruhkan nama baik pribadi dan lembaga mereka
kalau terbukti apa yang mereka informasikan tentang Iran justru bersebrangan
dengan faktanya. Bandingkan dengan mereka yang menginformasikan mengenai Iran
berbasis katanya, atau lewat isu-isu yang tidak jelas sumbernya.
Ismail Amin, sementara menetap di Iran
Related Posts :
- Back to Home »
- Akhlak , Tabayyun »
- Telitilah dari Mana Kau Mengambil Berita