Posted by : ismailamin
Minggu, 19 April 2015
Pada suatu hari Rasulullah Saw bersama sekelompok sahabatnya
melewati sebuah tempat, lalu beliau menyaksikan sekumpulan anak sedang bermain.
Beliau menghentikan langkah. Sambil memperhatikan anak-anak yang sedang asyik
bermain, Nabi bersabda, "Celakalah anak-anak akhir zaman lantaran ulah
ayah-ayah mereka."
"Apakah karena ayah-ayah mereka musyrik?" sahabat-sahabat
bertanya.
"Tidak. Mereka ayah-ayah yang mukmin, namun tidak sedikitpun
mengajarkan kewajiban-kewajiban kepada mereka. Apabila anak-anak mereka
mempelajarinya, maka mereka melarangnya. Dan mereka lebih senang dengan harta
benda dunia yang hanya sedikit."
Kemudian Rasulullah Saw menampakkan kebencian dan ketidakrelaannya
terhadap ayah-ayah semacam itu. Beliau bersabda, "Aku berlepas diri dari
mereka, dan merekapun berlepas diri dariku."(1)
Riwayat diatas berisi nubuat nabi tentang kondisi anak-anak di
akhir zaman. Mayoritas ulama menyebutkan, masa kita sekarang ini termasuk akhir
zaman. Jadi yang diceritakan nabi, adalah kondisi anak-anak kita. Riwayat
diatas mengajak kita sebagai ayah untuk intropeksi diri dan banyak bercermin.
Nabi menyebut anak-anak kita celaka, lantaran ulah kita sendiri.
Kita vonis
anak kita nakal, malah bisa jadi kita justru melakukan kenakalan yang lebih besar.
Kita sebut anak kita bandel dan pembangkang, padahal bisa jadi memang kita
tidak punya kelayakan untuk dipatuhi dan didengar. Kita tuntut anak-anak untuk
memahami kita, tanpa berupaya untuk memahami anak lebih dulu. Sebelum
mengeluhkan anak-anak kita, mari bertanya dulu, apakah sebagai ayah (maupun
ibu), kita telah memenuhi hak-hak mereka sebagai anak?.
Kita beri mereka pendidikan, tapi justru fokus pada kepuasan diri
kita sendiri. Tanpa mau tahu apa kemauan anak, kita stir mereka sesuai kehendak
kita. Hobi, kesukaan dan minat mereka kita yang atur. Untuk disebut orangtua
agamis dan saleh, kita tuntut anak kita bisa hafal Al-Qur'an, sementara diri
kita sendiri jauh dari Al-Qur'an. Kita tuntut mereka berjama'ah di masjid, kita
sendiri masih terlalu asyik untuk meninggalkan kesibukan kerja.
Dengan
perintah-perintah dan larangan yang kita buat, kita seolah telah melaksanakan
kewajiban. Padahal yang dituntut adalah bagaimana memahamkan anak, sehingga
melaksanakan kewajiban-kewajiban agamanya dengan penuh kesadaran. Malah, kita
kadang begitu terburu-buru hendak memasukkannya ke lembaga pendidikan formal,
hanya agar bisa sedikit bernapas lega dari kesumpekan melayani dan bermain
dengan mereka. Dulu hanya ada TK (pra SD), sekarang sudah ada pra TK, Play
group, tempat penitipan anak atau apapun namanya. Padahal memiliki anak bukan
hanya berurusan bagaimana membesarkannya, namun yang lebih penting adalah
bagaimana mempertanggungjawabkannya.
Anak adalah amanah, ujian sekaligus
sebagai lumbung pahala bagi orangtuanya. Nabi bersabda, "Orangtua yang
menyenangkan hati anak-anaknya, akan disenangkan hatinya oleh Allah di akhirat
nanti." Sayang, kebanyakan kita malah menganggap anak itu adalah beban,
bahkan sebelum mereka lahir. Tidak sedikit yang bilang, "Punya dua anak
yang masih kecil-kecil, duh tidak kebayang repotnya. Hadapi sikecil yang
sendiri saja repotnya bukan main. Sulit diatur…"
Banyak orang disebut orang tua hanya karena dia sudah punya anak,
bukan lagi berbicara mengenai kematangan dan kedewasaan berpikir. Bukan lagi
berbicara mengenai luapan kasih sayang, perhatian dan baluran
pengharapan-pengharapan yang bijak. Kita menghindari memiliki banyak anak
karena takut dililit dengan persoalan ekonomi yang makin sulit. Iran pun tidak
terkecuali dalam hal ini. Slogan masyarakat yang populer, "Farzande
kamtar, Zendeghi behtar", semakin sedikit anak, kehidupan semakin lebih
baik, ditantang banyak ulama.
Dalam ceramah-ceramah agama mereka, tidak luput mereka memesankan
masalah ini. Bahwa khawatir miskin akan keberadaan anak adalah ciri-ciri
masyarakat jahiliyah. Kalau masa jahiliyah dulu, mereka membunuh anak-anak
mereka setelah lahir karena khawatir miskin, sekarang, anak-anak itu sudah
dibunuh sebelum terlahir kedunia.
Ayatullah Ibrahim Amini, ulama besar Iran, ahli irfan dan tasawuf,
sampai harus turun tangan. Beliau yang ulama besar, karena menganggap masalah
ini sedemikian penting sampai harus pula menjadi ahli parenting dan konsultan
masalah anak. Beliau tidak lagi hanya melayani konsultasi bagaimana menjadi
ahli suluk, namun melayani pertanyaan bagaimana menghadapi anak.
Ceramah-ceramahnya bukan lagi melulu menjelaskan istilah-istilah irfan dan tasawuf
yang rumit dan pelik namun menjelaskan bagaimana agar tidak salah mendidik
anak. Buku-buku parentingnya telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia,
disampul buku terjemahan itu kadang hanya ditulis Ibrahim Amini, kadang DR.
Ibrahim Amini. Padahal beliau ulama besar yang termasuk dalam Majelis
Khubregan, Dewan Ahli yang bertugas menjaga Wilayah Faqih dan juga penasehat
ahli Lembaga Internasional Ahlul Bait yang beranggotakan 500 cendekiawan Islam
yang tersebar di banyak negara. Beliau penulis buku Islam and Western Civilization yang didiskusikan dan dikaji
di universitas-universitas Barat.
Mengapa sekarang kesibukannya malah lebih
banyak tersita melayani konsultasi pendidikan anak?. Karena besarnya masalah
ini. Karena semakin banyaknya orangtua yang melalaikan pendidikan anaknya.
Sebagaimana nubuat Nabi, banyak anak menjadi celaka karena orangtuanya.
Rasulullah Saw berkata kepada Imam Ali as, "Wahai Ali, Allah
melaknat orangtua yang mengakibatkan anak mereka tidak taat pada mereka berdua
dengan melaknat mereka."(2)
Orangtua kita dulu, memeluk kita sambil memikirkan bagaimana kelak
setelah dewasa dan mereka telah tiada, apakah kita masih menjalankan agama
dengan baik, sekarang, kita juga mendekap anak kita, namun dengan kekhawatiran
yang berbeda. Kita diliputi kecemasan jangan sampai karir kita terhambat karena
kesibukan mengurusi mereka.
Kalau dulu, orangtua kita berdo'a demi kesuksesan kita dunia
akherat, kita setelah menjadi orangtua, meminta anak agar mendo'akan kemulusan
karier kita.
Sungguh celakanya kita menjadi orang tua…
Wallahu 'alam bishshawwab
(1) [Jami'ul Akhbar, hal. 124]
(2) [Wasa'il Syiah, jilid 21, hal. 290]
[Ismail Amin]
WhatsApp 085 244 015 689
BalasHapusTerimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D
WhatsApp 085 244 015 689
Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D